Selasa, April 07, 2009

UU NO.9 TENTANG KEPARIWISATAAN

Undang Undang Republik Indonesia
No. 9 Tahun 1990
Tentang :
Kepariwisataan
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan;
a. bahwa kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk mem-perluas dan memeratakan ke-sempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pem-bangunan daerah, memperbesar pen-dapatan nasionaldalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persaha-batan antar bangsa;
b. bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan kepariwisataan, diperlukan langkah-langkah pengaturan yang semakin mampu mewujudkan keterpa-duan dalam kegiatan pe-nyelenggaraan kepariwisa-taan, serta memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata;
d. bahwa tunjuk mewujudkan pe-ngembangan dan peningkatan se-bagaimana dimaksud di atas, dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai kepariwisataan dalam suatu Undang-undang;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPARIWISATAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata;
2. wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata;
3. pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut;
4. kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata;
5. usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata,dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut;
6. objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata;
7. kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
8. menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan;
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat,usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan :
a. memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata;
b. memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa;
c. memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja;
d. meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
e. mendorong pendayagunaan produksi nasional.
BAB III
OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA
Pasal 4
(1) Objek dan daya tarik wisata terdiri atas :
a. objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna;
b. objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreaksi, dan tempat hiburan.
(2)Pemerintah menetapkan objek dan daya tarik wisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b.
BAB IV
USAHA PARIWISATA
Bagian Pertama
Penggolongan Usaha
Pasal 5
Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelota, dan membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan
a. kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
b. nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat;
c. kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup;
d. kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
Pasal 7
Usaha pariwisata digolongkan ke dalam:
a. usaha jasa pariwisata;
b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata;
c. usaha sarana pariwisata.
Bagian Kedua
Usaha Jasa Pariwisata
Pasal 8
Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa penyelenggaraan pariwisata.
Pasal 9
(1) Usaha jasa pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha:
a. jasa biro perjalanan wisata;
b. jasa agen perjalanan wisata;
c. jasa pramuwisata;
d. jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran;
e. jasa impresariat;
f. jasa konsultan pariwisata,
g. jasa informasi pariwisata.
(2) Pemerintah dapat menetapkan jenis usaha jasa pariwisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 10
(1) Usaha jasa pariwisata dilaksanakan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum Indonesia.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melakukan kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin.
(3) Syarat-syarat usaha jasa pariwisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan usaha jasa pariwisata diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 11
Usaha jasa biro perjalanan wisata merupakan usaha penyediaan jasa perencanaan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan wisata.
Pasal 12
(1) Usaha jasa impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan, baik yang berupa mendatangkan, mengirim maupun mengembalikannya, serta menentukan tempat, waktu, dan jenis hiburan.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bidang seni dan olahraga.
(3) Penyelenggaraan usaha jasa impresariat dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai agama, budaya bangsa, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Pasal 13
(1) Usaha jasa informasi pariwisata merupakan usaha penyediaan informasi, penyebaran, dan pemanfaatan informasi kepariwisataan.
(2) Penyediaan, penyebaran, dan pemanfaatan informasi kepariwisataan dapat juga dilakukan oleh masyarakat.
Pasal 14
Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran meliputi jasa
perencanaan, penyediaan fasilitas, jasa pelayanan, jasa penyelenggaraan konvensi, perjalanan insentif, dan pameran.
Bagian Ketiga
Pengusahaan Objek dan Daya Tarik Wisata
Pasal 15
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan daya tarik wisata yang telah ada.
Pasal 16
(1) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam
a. pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam;
b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya;
c. pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus;
(2) Pemerintah dapat menetapkan jenis pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang termasuk di dalam tiap-tiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 17
(1) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh badan usaha atau perseorangan.
(2) Badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat :
(1) dalam melakukan kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin.
(3) Syarat-syarat pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 18
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan sasaran wisata.
Pasal 19
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisata.
Pasal 20
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata.
Pasal 21
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang berintikan kegiatan yang memerlukan pengamanan terhadap keselamatan wisatawan, kelestarian dan mutu lingkungan, atau ketertiban dan ketenteraman masyarakat diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Usaha Sarana Pariwisata
Pasal 22
Usaha sarana pariwisata meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata.
Pasal 23
(1) Usaha sarana pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha:
a. penyediaan akomodasi
b. penyediaan makan dan minum;
c. penyediaan angkutan wisata;
d. penyediaan sarana wisata tirta;
e. kawasan pariwisata.
(2) Pemerintah dapat menetapkan jenis usaha sarana pariwisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 24
(1) Usaha sarana pariwisata dapat dilakukan oleh badan usaha atau perseorangan.
(2) Badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat :
(1) dalam melakukan kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin, kecuali beberapa jenis usaha yang berupa usaha rumah tangga.
(3) Syarat-syarat bagi usaha sarana pariwisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan usaha sarana periwisata diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 25
(1) Usaha penyediaan akomodasi merupakan usaha penyediaan kamarr dan fasilitas yang lain serta pelayanan yang diperlukan.
(2) Usaha penyediaan setiap jenis akomodasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas kriteria yang disusun menurut jenis dan tingkat fasilitas yang disediakan.
Pasal 26
(1) Usaha penyediaan makan dan minum merupakan usaha pengelolaan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman..
(2) Usaha penyediaan makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian dari penyediaan akomodasi ataupun sebagai usaha yang berdiri sendiri.
(3) Dalam kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula diselenggarakan pertunjukan atau hiburan.
Pasal 27
(1) Usaha penyediaan angkutan wisata merupakan usaha khusus atau sebagian dari usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya.
(2) Usaha penyediaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan olah usaah angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang dapat dipergunakan sebagai angkutan wisata.
Pasal 28
(1) Usaha penyediaan sarana wisata tirta merupakan usaha yang kegiatannya menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa-jasa lainnya yang berkaitan dengan kegitana wisata tirta.
(2) Usaha penyediaan sarana wisata tirta sebagaimana dimaksud dalam ayati (1) dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa dan waduk.
Pasal 29
(1) Usaha kawasan pariwisata merupakan usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
(2) Penetapan suatu kawasan sebagai kawasan pariwisata dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 30
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
(2) Dalam rangka proses pengambilan keputusan, Pemerintah dapat mengikutsertakan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melalui penyampaian saran, pendapat, dan pertimbangan.
(3) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 31
(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk pengaturan, pemberian bimbingan, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan.
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Pembinaan kepariwisataan diarahkan untuk mewujudkan dan memelihara kelestarian serta keutuhan objek dan daya tarik wisata.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga termasuk penyediaan kawasan pariwisata dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut serta dalam pembangunan, pengembangan, pengelolaan, dan pemilikan kawasan pariwisata.
Pasal 33
(1) Dalam pembinaan kepariwisataan, termasuk pembinaan terhadap pendidikan tenaga kepariwisataan yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli dan tenaga terampil di bidang kepariwisataan.
(2) Pendidikan tenaga kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional.
BAB VII
PENYERAHAN URUSAN
Pasal 34
(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang penyelenggaraan kepariwisataan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan mengenai penyerahan sebagian urusan di bidang penyelengaraan kepariwisataan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
(1) Barang siapa melakukan perbuatan melawan hak, dengan sengaja merusak, mengurangi; mengurangi nilai, memisahkan, atau membuat tidak dapat berfungsi atau tidak dapat berfungsinya secara sempurna suatu objek dan daya tarik wisata, atau bangunan obyek dan daya tarik wisata, atau bagian dari bangunan objek dan daya tarik wisata, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi ancaman pidana yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup, benda cagar budaya, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, perikanan, dan Undang-undang yang lainnya.
Pasal 36
Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 37
Barangsiapa karena kelalaiannya merusak atau mengakibatkan terganggunya keseimbangan atau mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan yang menjadi objek dan daya tarik wisata dalam wisata budaya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 38
Barangsiapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 12 dan Pasal 35 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 39
(1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 adalah kejahatan.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 adalah pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN ATAS UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1990
TENTANG :
KEPARIWISATAAN
UMUM
Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, dan sumber daya buatan. Sumber daya alam dan buatan yang dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata berupa keadaan alam, flora dan fauna, hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan modal bagi pengembangan dan peningkatan kepariwisataan di Indonesia.
Modal tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan objek dan daya tarik wisata di Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan kepariwisataan dimaksud, diperlukan langkah-langkah yang serasi antar semua pihak yang terkait, baik Pemerintah maupun masyarakat, sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral.
Dalam usaha mengembangkan dan meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan, dilakukan pembangunan objek dan daya tarik wisata, baik dalam bentuk mengusahakan objek dan daya tarik wisata yang sudah ada maupun membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata.
Penyelenggaraan kepariwisataan tersebut dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri, nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan adab, mempertinggi derajat kemanusiaan, kesusilaan, dan ketertiban umum guna memperkukuh jati diri bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu, pembangunan objek dan daya tarik wisata tersebut tetap harus dilakukan dengan memperhatikan :
a. kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan
kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
b. nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat;
c. kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup;
d. kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
Karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah, badan usaha, dan masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya di dalam penyelenggaraan kepariwisataan ini memegang peranan penting demi terwujudnya pemerataan pendapatan dan pemerataan kesempatan berusaha. Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat tersebut, perlu diberikan arahan agar pelaksanaan berbagai usaha pariwisata yang dilakukan dapat saling mengisi, saling berkaitan, dan saling menunjang satu dengan yang lainnya.
Untuk mencapai maksud tersebut, Pemerintah melakukan pembinaan terhadap kegiatan kepariwisataan, yaitu dalam bentuk pengaturan, pemberian bimbingan, dan pengawasan.
Kegiatan-kegiatan kepariwisataan yang menyangkut aspek pembangunan, pengusahaan, dan kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah serta perkembangan yang begitu pesat di bidang kepariwisataan perlu diikuti dengan pengaturan yang sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia. Begitu juga pengelolaan kawasan pariwisata yang banyak dibangun di berbagai wilayah perlu mendapat pengamanan agar tidak terjadi ketimpangan terhadap masyarakat di sekitarnya, tetapi dapat mewujudkan adanya keserasian dan keseimbangan.Undang-undang kepariwisataan yang bersifat nasional dan menyeluruh sangat diperlukan sebagai dasar hukum dalam rangka pembinaan dan penyelenggaraan kepariwisataan, khususnya yang menyangkut objek dan daya tarik wisata, usaha pariwisata, peran serta masyarakat, serta pembinaannya. Undang-undang ini memberikan ketentuan yang bersifat pokok dalam penyelenggaraan kepariwisataan, sedangkan
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Unsur yang terpenting dalam kegiatan wisata adalah tidak bertujuan mencari nafkah. Tetapi, apabila disela-sela kegiatan mencari nafkah itu juga secara khusus dilakukan kegiatan wisata, bagian dari kegiatan tersebut dapat dianggap sebagai kegiatan wisata.
Angka 2
Culkup jelas
Angka 3
Dengan demikian, pengertian ini tidak hanya mengacu kepada orang yang melakukan kegiatan wisata tetapi juga meliputi objek dan daya tarik wisata dan usaha-usaha di bidang tersebut.
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Pasal 2
Penyelenggaraan kepariwisataan tetap memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas-asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas usaha bersama dan kekeluargaan, asas adil dan merata, asas perikehidupan dalam keseimbangan, dan asas kepercayaan pada diri sendiri.
Asas manfaat adalah bahwa pelaksanaan penyelenggaraan kepariwisataan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Asas usaha bersama dan kekeluargaan adalah bahwa penyelenggaraan usaha kepariwisataan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi-aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
Asas adil dan merata adalah bahwa hasil-hasil penyelenggaraan kepariwisataan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Asas perikehidupan dalam keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan kepariwisataan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga meningkatkan kehidupan sosial budaya serta hubungan antar manusia dalam upaya meningkatkan kehidupan berkebangsaan ataupun dalam kehidupan bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Asas kepercayaan terhadap diri sendiri adalah bahwa segala usaha dan kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan harus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan diri sendiri. Selain itu, penyelenggaraan kepariwisataan tetap harus dilakukan dalam rangka keseimbangan aspek material dan spiritual, khususnya bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Dalam membangun objek dan daya tarik wisata tersebut harus diperhatikan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah setempat, nilai-nilai agama, adat-istiadat, lingkungan hidup, serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri. Pembangunan objek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Pemerintah, badan usaha, dan perseorangan.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Penyebutan urutan usaha pariwisata dalam pasal ini tidak berarti bahwa penempatan usaha yang satu lebih tinggi dari yang lain, tetapi mempunyai kedudukan yang sama dalam usaha pariwisata
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Syarat-syarat yang dimaksud dalam ayat ini adalah syarat-syarat untuk mendapatkan ijin usaha.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Informasi kepariwisataan disusun dengan selengkap-lengkapnya dan secara terpadu sehingga mampu memberikan daya tarik untuk berwisata dan mampu memberikan kejelasan mengenai objek dan daya tarik wisata, kalender acara, kemudahan transportasi yang tersedia, adat-istiadat setempat, fasilitas-fasilitas kesehatan, pengamanan, penukaran uang, akomodasi, gastronomi, harga, dan tarif.
Ayat (2)
Termasuk ke dalam kegiatan penyediaan jasa informal pariwisata adalah kegiatan promosi dan pemasaran yang dapat dilakukan selain oleh badan usaha di bidang pariwisata dapat pula dilakukan oleh perseorangan atau kelompok sosial di dalam masyarakat.
Pasal 14
Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.
Pada umumnya, kegiatan konvensi berkaitan dengan kegiatan usaha pariwisata yang lain, seperti transportasi, akomodasi, hiburan (entertainment), perjalanan pra- dan pascakonferensi (pre- and post conference tours). Perjalanan insentif merupakan suatu perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk para karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan/penghargaan atas prestasi mereka. Perjalanan insentif tersebut dapat pula dikaitkan dengan penyelenggaraan pertemuan untuk membahas perkembangan kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
Pameran merupakan suatu usaha menyebarluaskan informasi dan promosi hasil produksi. Penyelenggaraan pameran dapat dikaitkan dengan kegiatan konvensi yang ruang lingkupnya meliputi nasional, regional, dan internasional.
Pasal 15
Membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata dapat dilakukan terhadap suatu objek yang telah ada misalnya keadaan alam, flora, dan fauna. Kegiatan serupa itu dapat pula berupa membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata sebagai objek dan daya tarik wisata yang sama sekali baru, dengan melengkapi prasarana dan sarana yang diperlukan misalnya atraksi wisata.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan badan usaha adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, swasta, dan koperasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Termasuk ke dalam kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam adalah :
a. pengelolaan dan pemanfaatan taman nasional, antara lain Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Bali Barat, dan Taman Nasional Bromo Tengger;
b. pembangunan dan pengelolaan taman wisata, antara lain Taman Wisata Batu Raden serta Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan
c. pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya, antara lain
Taman Hutan Raya Curug Dago Bandung dan Kebon Raya Bogor;
d. pengelolaan taman laut, antara lain Taman Laut Takabonerate, Taman Laut Banda, dan Taman Laut Bunaken.
Pasal 19
Termasuk ke dalam kelompok pengusaha objek dan daya tarik wisata budaya adalah :
a. pengelolaan peninggalan sejarah, antara lain candi, keraton, dan prasasti;
b. pengelolaan dan/atau pembangunan museum antara lain Museum Wayang, Museum Kereta Api dan Museum Perangko;
c. pembangunan dan atau pengelolaan pusat-pusat kesenian dan
d. budaya, antara lain sanggar tari, sanggar seni pentas, dan sanggar seni lukis;
e. pembangunan dan pengelolaan taman rekreasi, antara lain
f. Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Impian Jaya Ancol;
g. pembangunan dan pengelolaan tempat hiburan, antara lain
h. Wayang Orang Sriwedari;
i. pembangunan dan pengelolaan taman satwa, antara lain kebun binatang, Taman Safari, dan Taman Buaya;
j. pengelolaan monumen, antara lain Monumen Nasional, monumen perjuangan, dan Monumen Yogya Kembali.
Pasal 20
a. Termasuk ke dalam kelompok pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus adalah :
b. pengelolaan lokasi-lokasi wisata buru, antara lain berburu babi
c. hutan dan berburu rusa;
d. pengelolaan wisata agro, antara lain perkebunan teh, perkebunan coklat, perkebunan kopi,dan perkebunan bunga;
e. pembangunan dan pengelolaan wisata tirta, antara lain hotel
f. apung, dermaga marina, dan olahraga air;
g. pengelolaan lokasi-lokasi wisata petualangan alam, antara lain
h. mendaki gunung, dan menelusuri sungai air deras;
i. pembangunan dan pengelolaan wisata gua, antara lain Gua
j. Lawa dan Jatijajar;
k. pembangunan dan pengelolaan wisata kesehatan, antara lain
l. sumber air panas mineral dan tempat pembuatan jamu;
m. pemanfaatan pusat-pusat dan tempat-tempat budaya, industri.
n. dan kerajinan, antara lain desa industri dan padepokan seni tari.
Pasal 21
Beberapa kegiatan pariwisata, seperti wisata petualangan alam, baik di darat maupun di laut, seringkali mengudang risiko yang tinggi bagi keselamatan wisatawan. Demikian pula pengusahaan objek dan daya tarik wisata tertentu, seperti kunjungan untuk melihat satwa liar misalnya komodo
Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata buru juga perlu
pengamanan agar tidak merusak kelestarian dan keseimbangan yang bersangkutan dengan habitatnya. Begitu pula, kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata yang menggunakan sistem sosial tertentu sebagai sasaran, apabila tidak dilakukan secara hati-hati, seringkali menimbulkan permasalahan dengan masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pada dasarnya, usaha sarana pariwisata ini diselenggarakan berdasarkan ijin usaha. Namun, beberapa usaha seperti penyewaan rumah atau bagian rumah kepada para wisatawan untuk waktu tertentu yang biasa dikenal sebagai pondok wisata (home stay), dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki ijin usaha tersebut.
Termasuk ke dalam golongan ini adalah usaha penyelenggaraan warung sebagai usaha keluarga yang sekedar menyajikan makan dan atau minuman. Begitu pula halnya dengan penyewaan kendaraan bermotor pribadi kepada para wisatawan. Sekalipun terhadap usaha-usaha kecil tersebut di atas dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki ijin usaha, dalam rangka menumbuhkan iklim dan mutu pariwisata yang baik dan semakin meningkat, terhadapnya tetap dilakukan pembinaan. Untuk keperluan pembinaan tersebut, dapat dilakukan pencacahan atau pendaftaran, tanpa memungut biaya.
Ayat (3)
Syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah syarat- syarat untuk mendapatkan ijin usaha.
Pasal 25
Ayat (1)
Usaha penyediaan akomodasi, antara lain berupa hotel dengan tanda bintang dan melati, pondok wisata, penginapan remaja, bumi perkemahan, dan karavan (akomodasi yang dikaitkan dengan kendaraan), kecuali akomodasi yang tidak komersial. Termasuk ke dalam
fasilitas akomodasi, antara lain ruang pertemuan, ruang makan dan minum, fasilitas cucian, penukaran uang, kolam renang, fasilitas olahraga, fasilitas kesegaran jasmani, fasilitas untuk anak bermain, dan pertokoan. Termasuk ke dalam pelayanan, antara lain dapat berupa pelayanan informasi, pelayanan telekomunikasi, pelayanan angkutan, dan pelayanan administrasi untuk keperluan bisnis.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Usaha penyediaan makan dan minum dapat berupa usaha di bidang restoran, rumah makan,jasa boga, dan kedai makan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Di dalam penyelenggaraan usaha makan dan minum tersebut dapat juga diselenggarakan pertunjukan, antara lain dalam bentuk seni budaya, terutama seni traditional
Pasal 27
Ayat (1)
Sebagai bagian dari penyediaan angkutan pada umumnya, usaha tersebut tidak terlepas dari ketentuan yang diberlakukan terhadap penyelenggaraan usaha angkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Usaha penyediaan sarana wisata tirta dapat berupa usaha pembangunan dan pengelolaan dermaga serta fasilitas olahraga air untuk keperluan olahraga selancar air, selancar angin, berlayar, menyelam, dan memancing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Di dalam kawasan pariwisata dibangun objek dan daya tarik wisata serta prasarana dan sarana pariwisata. Kawasan pariwisata tidak perlu diartikan sebagai suatu kawasan yang bersifat khusus dalam arti eksklusif, apalagi bersifat tertutup. Kawasan serupa itu harus tetap merupakan kawasan yang sifatnya terbuka, yang tujuannya adalah mengembangkan suatu kawasan sebagai tujuan wisata.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Saran, pendapat, dan pertimbangan masyarakat diberikan dalam rangka proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat ini termasuk ketentuan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan keamanan kepada wisatawan, seperti asuransi.
Pasal 32
Ayat (1)
Termasuk ke dalam pembinaan terhadap objek dan daya tarik wisata di dalam pasal ini adalah juga pembinaan terhadap seni budaya dan para seniman itu sendiri, sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penyerahan sebagian urusan di bidang penyelenggaraan kepariwisataan kepada Pemerintah Daerah adalah penyerahan urusan sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Perbuatan pidana, seperti merusak atau mematikan sumber mata air dalam taman hutan, diancam pidana berdasarkan ketentuan perundangan-undangan mengenai lingkungan hidup, perikanan, serta konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam hal taman hutan tersebut, yang kemudian berdasarkan Undang-undang ini dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata, kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut juga berarti merusak atau menjadikan tidak berfungsi atau tidak berfungsinya dengan sempurna taman hutan yang bersangkutan sebagai objek dan daya tarik wisata.
Dalam hal ini, terhadap perbuatan pidana tersebut diancam pula dengan pidana yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar